Surat Al-Baqarah [2:191]
[Fitnah itu dosanya lebih besar dari pada pembunuhan]
َูุงْูุชُُُูููู
ْ ุญَْูุซُ ุซَِْููุชُู
ُُููู
ْ
َูุฃَุฎْุฑِุฌُُููู
ْ ู
ِْู ุญَْูุซُ ุฃَุฎْุฑَุฌُُููู
ْ ۚ َูุงِْููุชَْูุฉُ ุฃَุดَุฏُّ ู
َِู
ุงَْููุชِْู ۚ ََููุง ุชَُูุงุชُُِูููู
ْ ุนِْูุฏَ ุงْูู
َุณْุฌِุฏِ ุงْูุญَุฑَุงู
ِ ุญَุชَّٰู
َُููุงุชُُِูููู
ْ ِِููู ۖ َูุฅِْู َูุงุชَُُูููู
ْ َูุงْูุชُُُูููู
ْ ۗ َูุฐََِٰูู
ุฌَุฒَุงุกُ ุงَْููุงِูุฑَِูู
wauqtuluuhum haytsu tsaqiftumuuhum wa-akhrijuuhum min haytsu akhrajuukum waalfitnatu asyaddu mina alqatli walaa tuqaatiluuhum ‘inda almasjidi alharaami hattaa yuqaatiluukum fiihi fa-in qaataluukum fauqtuluuhum kadzaalika jazaau alkaafiriina
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu
(Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan
janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka
memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat
itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.
* * *
Sekilas dari ayat ke 191 mempunyai penafsiran bahwa kita
diperintahkan memerangi orang kafir ketika menemui mereka. Namun,
sebenarnya tidak demikian. Karena itu, ayat ini sangat erat kaitannya
dengan ayat sebelumnya, 190. Untuk itu saya ketengahkan ayat 190 nya
agar menjadi lebih jelas dan nyambung.
—-
Mengapa kafir harus diperangi…!?
“Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya”.[al-Mรขidah/5:32]
Juga firman-Nya:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan suatu (sebab) yang benar” [al-‘An’รขm/6:151]
Kata “jiwa” dalam ayat di atas bersifat umum mencakup jiwa Muslim dan
non muslim. Semuanya haram dibunuh kecuali dengan alasan yang
dibenarkan syariat, misalnya tindak pembunuhan yang dilakukannya. Jika
alasan yang dibenarkan ini ada pada seseorang, maka syariat
memperbolehkan membunuhnya sebagai hukuman atas perbuatan yang
dilakukannya. Syariat tidak pernah memberikan izin, apalagi
memerintahkan membunuh satu jiwa dengan sebab kejahatan yang dilakukan
orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain” [al-Isrแบญ’/17:15]
Inilah Islam, sebuah dรฎn (ajaran agama) yang dibangun di atas dasar
keadilan dan memerintahkan umatnya untuk senantiasa berbuat adil.
ORANG KAFIR DAN HAK MEREKA.
Para ulama membagi orang kafir menjadi tiga kategori:
1. Orang kafir harbi (al-muhรขribรฎn)
2. Orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum Muslimin (ahlu al-‘ahd)
3. Orang kafir ahlu dzimmah (adz-dzimmi)
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan : “Setelah surat Barรข`ah
(at-Taubah) turun, masalah orang kafir terbagi menjadi tiga golongan :
kafir harbi (al-muhรขribรฎn), ahlu al-‘ahd dan ahlu adz-dzimmah.
KAFIR HARBI.
Orang kafir harbi adalah seluruh orang musyrik dan Ahli kitab yang boleh
diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan
menyerang kaum Muslimin.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimรฎn rahimahullah menyatakan :
“Kafir harbi tidak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan
pemeliharaan dari kaum Muslimin.”
Mereka adalah orang kafir asli yang diperangi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ุฃُู
ِุฑْุชُ ุฃَْู ุฃَُูุงุชَِู ุงَّููุงุณَ ุญَุชَّู َูุดَْูุฏُูุง ุฃَْู َูุง ุฅََِูู
ุฅَِّูุง ุงَُّููู َูุฃََّู ู
ُุญَู
َّุฏًุง ุฑَุณُُูู ุงَِّููู َُِููููู
ُูุง ุงูุตََّูุงุฉَ
َُููุคْุชُูุง ุงูุฒََّูุงุฉَ َูุฅِุฐَุง َูุนَُููุง ุฐََِูู ุนَุตَู
ُูุง ู
ِِّูู
ุฏِู
َุงุกَُูู
ْ َูุฃَู
َْูุงَُููู
ْ ุฅَِّูุง ุจِุญَِّู ุงْูุฅِุณَْูุงู
ِ َูุญِุณَุงุจُُูู
ْ
ุนََูู ุงَِّููู
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa
tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad
adalah Rasulullah, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Apabila
mereka telah melakukannya, berarti mereka telah menjaga jiwa dan harta
mereka dariku (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kecuali dengan
(alasan-red) hak Islam serta hisab mereka diserahkan kepada Allah” [HR
al-Bukhรขri]
Golongan ini diperangi, apabila ia atau negaranya telah menampakkan
atau menyatakan perang terhadap kaum Muslimin atau kaum Muslimin
terlebih dahulu mengumumkan perang terhadap mereka setelah orang-orang
kafir ini menolak ajakan kepada Islam.
Perlu diketahui, tidak semua kafir harbi diperangi. Dalam banyak
hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh orang
yang tidak ikut perang seperti anak-anak, wanita, orang-orang jompo,
lumpuh, banci, pendeta dan orang buta. Kemudian Syaikh Muhammad bin
Shรขlih al-‘Utsaimรฎn rahimahullah menjelaskan bahwa tujuh golongan ini
tidak boleh dibunuh kecuali dengan salah satu dari tiga sebab berikut :
a. Mereka memiliki peran pemikiran dan pengaturan strategi
b. Apabila mereka ikut berperang
c. Memberikan dorongan semangat kepada para tentara musuh untuk berperang.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Apabila hukum
asal dari peperangan yang disyariatkan itu adalah jihad dan tujuannya
adalah menjadikan agama ini seluruhnya untuk Allah Azza wa Jalla dan
meninggikan kalimat Allah Azza wa Jalla sehingga menjadi yang tertinggi,
maka orang yang menghalang-halangi harus diperangi. Sementara orang
yang tidak memiliki kekuatan untuk menghalangi atau berperang, seperti
wanita, anak-anak, pendeta (rahib), orang jompo, buta dan lumpuh serta
sejenisnya, mereka ini tidak boleh dibunuh menurut jumhur Ulama, kecuali
jika mereka ikut andil dalam peperangan, baik dengan perkataan atau
perbuatannya. Walaupun sebagian Ulama ada yang memandang boleh membunuh
secara keseluruhan disebabkan kekufuran mereka semata kecuali wanita dan
anak-anak karena mereka adalah harta (ghanimah) bagi kaum Muslimin.
(Tapi) pendapat yang benar adalah pendapat pertama.
ORANG KAFIR HARBI YANG MENDAPATKAN JAMINAN KEAMANAN
Golongan ini terbagi menjadi dua yaitu yang minta suaka atau
perlindungan keamanan (al-musta`min) dan yang memiliki perjanjian damai
yang disepakati (al-mu’รขhad).
Syaikh Ibnu ‘Utsaimรฎn rahimahullah menyatakan: “al-musta’minรปn
memiliki hak mendapat perlindungan dari kaum Muslimin dalam waktu dan
tempat yang telah ditentukan, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala :
“Dan jika salah seorang kaum musyirikin itu meminta perlindungan
kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah,
kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya” [at-Taubah/9:6]
Sedangkan al-mu’รขhad, mereka berhak mendapatkan pelaksanaan
perjanjian dari kita dalam waktu yang sudah disepakati, selama mereka
tetap berpegang pada janji mereka tanpa menyalahinya sedikitpun, tidak
membantu musuh yang menyerang kita serta tidak mencela agama kita. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian
(dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi
perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi
kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa” [at-Taubah/9:4]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan
mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang
kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak
dapat dipegang janjinya” [at-Taubah/9:12]
Tentang pemberian keamanan ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َูุฐِู
َّุฉُ ุงْูู
ُุณِْูู
َِูู َูุงุญِุฏَุฉٌ َูุณْุนَู ุจَِูุง ุฃَุฏَْูุงُูู
ْ
“Perlindungan kaum Muslimin (terhadap orang kafir) adalah sama
walaupun jaminan itu diberikan oleh kaum Muslimin yang paling rendah”
Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak perlindungan kepada non
Muslim boleh diberikan oleh seorang Muslim. Apabila syarat-syarat
pemberian perlindungan telah terpenuhi, maka perlindungan yang diberikan
oleh seorang Muslim memiliki kekuatan yang sama dengan perlindungan
yang diberikan penguasa muslim. Atas dasar ini, maka pemberian
perlindungan seorang Muslim secara pribadi atau penguasa Muslim kepada
orang kafir baik Kristen ataupun Yahudi adalah sah. Sehingga seluruh
kaum Muslimin dari penduduk negara tersebut tertuntut untuk menaatinya.
Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada utusan musuh Islam. Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan : “Dua
utusan Musailamah al-Kadzdzรขb datang membawa surat Musailamah
al-Kadzdzรขb kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka
adalah ‘Abdullah bin an-Nawรขhah dan ibnu Atsรขl. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata kepada keduanya: “Seandainya bukan karena utusan itu
tidak dibunuh, maka tentulah aku akan memenggal leher kalian berdua!”
Ibnul Qayyim rahimahullah menambahkan lagi, “Di antara petunjuk
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tidak menahan utusan
apabila ia sudah memilih Islam. Penguasa kaum Muslimin tidak boleh
menghalangi utusan tersebut untuk kembali ke kaumnya, bahkan penguasa
kaum Muslimin harus mengembalikannya kepada kaum yang mengutusnya.
Sebagaimana dijelaskan Abu Rรขfi’ dalam pernyataan beliau Radhiyallahu
‘anhu : “Kaum Quraisy mengutusku menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Ketika aku telah menemui beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Islam masuk ke hatiku. Lalu aku berkata : Wahai Rasulullah, saya
tidak ingin kembali kepada mereka.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menanggapi : “Aku tidak pernah melanggar janji dan menahan
utusan. Kembalilah kepada mereka! Apabila yang ada di hatimu sekarang
ini masih terus ada, maka kembalilah (kepada kami-red)”! .
Oleh karena itu, dilarang membunuh dan mengganggu orang kafir yang
masuk negara Islam dengan perlindungan dan perjanjian, seperti wisatawan
asing, utusan dan duta besar yang ditempatkan di negara Islam. Karena,
mereka masuk dengan visa dan perjanjian antar negara. Syaikh Shรขlih bin
Fauzรขn Ali Fauzรขn hafizhahullรขh – salah seorang anggota Dewan Ulama
Besar Saudi Arabia – menyatakan : “Apabila kita mengundang mereka untuk
datang atau kita berikan perlindungan (al-amรขn), maka kita tidak boleh
mencelakakan atau merugikan mereka. Kita wajib berlaku adil hingga
mereka pergi dan menyelesaikan perjanjian mereka serta pulang ke negara
mereka. Karena mereka masuk dengan perlindungan dan kita yang meminta
dia untuk datang. Karena itulah, kita wajib memperlakukan mereka dengan
adil, tidak menzhalimi mereka serta wajib memberikan hak-hak mereka.
Sedangkan dalam masalah cinta, kita tidak boleh mencintai mereka. Namun
kebencian kita kepada mereka tidak boleh menyeret kita untuk menzhalimi
mereka atau mengurangi sedikit pun hak mereka atau mengganggu mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa” [al-Mรขidah/5:8]
Namun di masa-masa yang akan datang, kita tidak mendatangkan mereka
dan menggantikannya dengan para pekerja dari saudara-saudara kita kaum
Muslimin.
AHLI DZIMMAH
Golongan ketiga yaitu ahli dzimmah. Golongan inilah yang paling banyak
memiliki hak atas kaum Muslimin dibandingkan dengan golongan sebelumnya.
Karena mereka hidup di negara Islam dan di bawah perlindungan dan
penjagaan kaum Muslimin dengan sebab upeti (jiz-yah) yang mereka
bayarkan.
Dzimmah dalam pengertian para ulama syariat adalah membiarkan
sebagian orang kafir berada dalam kekufurannya dengan syarat membayar
jizyah (upeti) dan komitmen dengan hukum-hukum agama.
Akad dzimmah ini diperbolehkan untuk Ahli kitab dan orang Majusi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak
(pula) pada hari Kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang
diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang
benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk”.[at-Taubah/9:29]
Dalam ayat di atas, jelaslah bahwa jizyah diambil dari ahli kitab
yaitu Yahudi dan Nashrรขni. Sedangakan orang Majusi juga ditariki jizyah,
dengan dasar hadits ‘Abdurahman bin ‘Auf Radhiyallahu ‘anhu yang
menyatakan :
ุฃََّู ุฑَุณَُูู ุงَِّููู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ ุฃَุฎَุฐََูุง ู
ِْู ู
َุฌُูุณِ َูุฌَุฑَ
“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil jizyah dari Majusi Hajar”.[13]
Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan : “Para Ulama ahli fikih telah
berijma’ bahwa jizyah (upeti) diambil dari Ahli kitab dan orang dari
Majusi.[14]
HUKUM SEPUTAR AHLI DZIMMAH
Akad ini hanya boleh dilakukan oleh pemerintah atau wakilnya, seperti
para panglima perang atau orang yang memang ditugaskan menangani hal
tersebut. Karena akad dzimmah banyak memiliki konsekwensi hukum, berbeda
dengan pemberian jaminan keamanan (al-amรขn). Disamping juga, akad
dzimmah ini bersifat terus menerus dan tidak terbatas oleh waktu
tertentu.
Akad ini diwujudkan oleh pemerintah Islam apabila memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Ahli Dzimmah komitmen dan terus membayar upeti (jizyah) setiap tahun.
b. Mereka tidak boleh menjelek-jelekkan Islam sedikit pun
c. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan dan membahayakan kaum Muslimin.
d. Mereka tunduk dengan semua aturan dan hukum Islam
.
.
Diantara konsekwensi akad dzimmah ini adalah:
- 1. Dilarang membunuh, menyakiti dan mengambil harta mereka dengan semena-mena.
- 2. Wajib bagi pemerintah kaum Muslimin untuk menjaga dan melindungi mereka serta tidak mengganggu mereka.
- 3. Wajib bagi pemerintah kaum Muslimin untuk menerapkan hukum Islam pada jiwa, harta dan kehormatan mereka.
- 4. Wajib bagi pemerintah Islam untuk menegakkan had (hukuman) atas mereka dalam semua yang mereka yakini haram.
- 5. Wajib bagi ahli dzimmah untuk tampil beda dengan kaum Muslimin
dalam berpakaian dan tidak boleh menampakkan sesuatu yang dianggap
sebagai kemungkaran dalam Islam, meskipun sedikit atau menampakkan
sesuatu yang menjadi syiar agama mereka seperti salib dan sebagainya.
- 6. Kaum Muslimin dilarang menyerupai mereka (at-tasyabbuh) dan tidak
boleh berdiri menyambut mereka serta mendahulukan mereka untuk
berbicara di depan majelis kaum Muslimin.
- 7. Kaum Muslimin dilarang mengucapkan salam terlebih dahulu kepada
mereka, mengucapkan selamat kepada hari raya mereka dan bertakziyah
kepada mereka
- 8. Kaum Muslimin diperbolehkan menjenguk ahli dzimmah yang sakit untuk satu kemaslahatan. (al-mashlahat ar-rรขjihah)
kesimpulan : ” maka adapun kafir yg benar-benar harus di bunuh adalah
mereka para kafir yg menebar fitnah tentang islam, hingga atas
karenanya terjadi peperangan antara umat islam dgn umat beragama lainnya
maupun perang antara umat islam dgn umat islam itu sendiri
Referensi: https://tafsiralquran2.wordpress.com/2012/11/26/2-191/